Sementara itu, Istana Es kembali menampakkan wujudnya di tengah-tengah Glacia.

“Yang Mulia Ratu… silakan minum kopinya,” dengan suara yang pelan, pelayan itu meletakkan secangkir kopi di atas meja kecil di sebelah Aurora.

“Aku dengar ada seorang gadis yang berkelana ke seluruh Glacia untuk menemuiku,” ujar Aurora kepada pelayan itu sambil menatap kopi yang disajikan.

“Ya, saya juga mendengarnya. Kudengar ia berasal dari suku Snow Rabbit. Menurut kabar itu, ia ingin mengembalikan Glacia ke semula seperti saat Ratu Es sebelumnya berkuasa,” jawab pelayan itu sambil menuangkan susu hangat ke dalam kopi itu.

“Bukan salahku Glacia menjadi beku. Aku pun menjadi Ratu Es bukan karena aku menginginkannya. Kau pun mengetahuinya juga, Kane?” Aurora bertanya kepada ‘Kane’, pelayan yang melayaninya selama 200 tahun terakhir.

“Ya, saya mengetahuinya. Itu semua karena Ratu Es sebelumnya menyimpan kehangatan ke dapam opal itu. Saya mengetahuinya, tapi hampir tidak ada orang yang mengetahuinya,” jawab Kane sambil menyodorkan cangkir kopi itu ke dekat Aurora.

“Pergi dan temuilah gadis itu, ia mungkin berniat untuk merebut opal ini dan mengambil kehangatannya. Selama 200 tahun, telah diperhatikan dengan secercah harapan bahwa Glacia akan hangat kembali.” Aurora memindahkan cangkir kopi yang diberikan Kane ke sudut meja. 

“Tidak siapapun bisa menghindari ujung belati ini. Apabila ada yang berniat jahat… saya akan menghabisinya.” dengan ekspresi yang tegang, Kane mengambil cangkir kopi yang diletakkan Aurora itu.

“Tidak perlu bertindak sejauh itu… Cukup ketahui hal itu saja, demi masa depan Glacia ini,” ujar Aurora lalu berdiri dari singgasananya dan berjalan ke dekat jendela.

“Baiklah. Angin milik saya akan terus berembus demi Yang Mulia Ratu. Saya akan menjalankan perintah Anda,” Kane meninggalkan ruang singgasana Aurora dan kembali ke ruang pelayan.

Ia mengganti pakaiannya dan meninggalkan Istana Es. 

Apapun perintah yang diberikan Ratunya, ia selalu siap menjalankannya.